Sebuah Kisah di Boyolali

Kisah ini bermula saat teman saya asal Boyolali akan menghadiri pernikahan adik perempuannya. Teman saya mengajak untuk menghadiri acara tersebut. Saya tertantang untuk pergi ke kampung halaman teman saya. Akhirnya kami setuju dengan rencana teman saya tersebut, satu lagi teman kami juga. Kami jadi bertiga yang akan berangkat ke sana.

Keesokan harinya kami menaiki mobil bus tujuan Solo. Sebetulnya sih ingin naik kereta, kereta
Brantas tapi karena saat pemesanan pada tanggal yang ditentukan sudah full, mau tidak mau kami harus naik bis. Saat naik bus pun kami menikmati pemandangan yang lumayan tidak kalah dengan pemandangan di kereta api.

Esok hari, sampailah kami di terminal Solo, berikutnya kami melanjutkan dengan menaiki 2 kali naik kendaraan lagi fiuh!! Jauh juga. Saat turun dari mobil ketiga kami, sang teman mengajak kami untuk berjalan kembali. "Sudah hampir dekat kok, Sob" kata temanku, "Kita harus jalan lagi ke dalam dengan melewati sawah ini?" kata teman yang satu lagi. Wow sungguh perjalanan menuju sebuah kampung. Kami melewati perkebunan dan persawahan. 

Setelah beberapa menit kami akhirnya sampai di rumah teman kami jreng...jreng....jreng. Teman kami sungkeman dengan orangtuanya. Teman kami yang satu ini jarang pulang ke rumah, bisa dikatakan Bang Toyib juga hehe.

Kami setiap pagi siang dan malam selalu diberi air teh manis. Sungguh minuman langka bagi saya, di tempat saya tinggal teh manis barang langka, bahan baku gula dan tehnya lumayan tidak murah di tempat tinggal saya. "Slurpp Ah!!!" saya mencicipi air teh manis hangat dengan nikmat.

Saat kami disini kami menjadi sangat rajin ke Masjid. Lokasi mesjid hanya sekitar sepuluh langkah dari rumah teman. Wajar kami secara suka rela mau tidak mau kami harus ke mesjid. Sungguh sangat tersiksa bila kami bangun Shubuh. Di sini kami mendapatkan pengalaman yaitu: menjadi rajin shalat di Masjid bahkan menjadi Muazin-orang yang mengumandangkan azan hhe. Suatu kehormatan dapat mengumandangkan azan di mesjid walaupun suara saya standar hehe.

Saat disini kami, Kami diajak untuk mandi di sebuah hutan dengan air mancur kayu, sungguh pemandangan film tahun 80an. Kami mencuci dan mandi di tempat ini. Bila mandi kami harus pakai setidaknya pakai celana pendek.

Saat sehari sebelum pernikahan, warga sekitar para tetangga dan para kerabat membawa hasil pangan untuk kebutuhan pangan seperti sayur, beras dan hasil bumi lainnya diberikan kepada sang pemilik hajat. So, disini warga bahu membahu membantu warga yang lain bila ada sebuah acara-acara. Sungguh tradisi atau kebiasaan yang perlu dilestarikan. Salut dengan budaya di sini - bahu membahu dan saling tolong menolong sesama warga.

Saat hari H kami dan keluarga teman mengunjungi kantor urusan agama (KUA) lumayan 30 menit perjalanan dari rumah ke KUA. Kami masuk ke kantor, kami duduk-duduk di kursi belakang, kursi depan diisi sang pengantin dan keluarga. Sang pengantin laki-laki dan perempuan mengucapkan janji suci, setelah itu sang ketua bertanya kepada saksi-saksi dan para saksi dan pengunjung lainnya mengucapkan "Sah Sah!!! Cie sudah jadi suami istri resmi hehe. semua bertepuk tangan, saya dan teman saya hanya senyum-senyum kecil. Oh begini ya cara-cara nikah itu dan biaya ke KUA pun murah lho tidak sampai di atas lima ratus ribu, yang mahal kan acara resepsinya toh. Tapi resepsi di sini kan lumayan ada bantuan dari warga kerabat jadi tidak terlalu mahal.

Malam harinya dilanjutkan dengan pementasan hiburan dan dakwah dari ustad-ustad lokal ternama. Saya hanya menyaksikan sedikit saja karena saya tidak mengerti bahasa jawa yang disampaikan oleh para penyampai. Banyak warga yang tertawa dan tersenyum saat mendengarkan ceramah lucu. Saat mereka tersenyum dan menengok ke arah kami, Kami agak bingung tapi kami tanpa pikir panjang langsung memperlihatkan senyum kami ke mereka. Pembelajarannya: senyumlah walau kalian tidak mengerti.

Keesokan harinya kami diajak jalan-jalan keliling Solo. Kami pergi ke waduk Bade dengan latar gunung Merbabu. Terdapat rakit yang siap mengantarkan pengunjung untuk berlayar di waduk Bade, dan para pengunjung lumayan tidak sedikit yang berada di sini untuk menikmati sore yang indah.

Saat dalam perjalanan keliling Solo, kami mendapati sebuah rumah indah dengan kaca jendela yang lebar-lebar menghadap ke hamparan sawah yang luas. Nampak terlihat di dalam rumah tersebut seorang bule sedang duduk di kursi, kami mendapati di dalamnya sebuah tinta dan sebuah kertas kanvas. Mungkin bule tersebut seorang pelukis. Kami bukan mengintip lho itu memang terlihat dari luar dan siapa aja yang lewat pasti melihatnya.

Kesokan harinya kami bertiga pamit, terima kasih sudah menerima kami dengan tangan terbuka, mohon maaf bila kami merepotkan haha. Demikian jalan-jalan kami dari Solo, kami mendapatkan pembelajaran yang tidak terlupakan disana. Selamat beraktifitas kembali!! 









Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Sebuah Kisah di Boyolali"

Posting Komentar